Di grup whatsapp kantor sempat heboh, gara-gara ada kebijakan baru dari manajemen terkait cuti karyawan.
Yang bikin heboh adalah cuti bersama memotong jumlah jatah cuti tahunan karyawan.
Memang agak ekstrim sih, mengingat tanpa ada sosialisasi apa pun tiba-tiba kebijakan baru ini diumumkan di grup WA.
Di luar konteks apakah wajib aturannya cuti bersama itu memotong jatah cuti tahunan, ada yang menarik perhatian saya.
Selang beberapa menit setelah kebijakan baru itu diumumkan, seorang rekan menimpali pengumuman itu dengan argumentasi. Yang intinya adalah menolak kebijakan baru tersebut.
Grup WA kantor ini jarang sekali membahas soal masalah sensitif. Kebanyakan topik soal ucapan selamat ulang tahun, selamat hari raya, atau topik-topik seremonial lainnya. Dan kalaupun ada instruksi dari manajemen di grup WA, rata-rata responnya ya “siap pak”, “baik pak”, “noted pak”.
Tentu masalah cuti karayawan ini adalah barang sensitif. Dan perubahan kebijakan ini cukup meresahkan karyawan ya.
Dan yang menarik lagi adalah rekan yang menimpali pengumuman tadi itu adalah karyawan baru, yang belum genap setahun bekerja. Wah, boleh-boleh juga nih anak.
Alhasil menimbulkan banyak respon dari karyawan lain yang mendukung argumentasinya. Tiba-tiba notifikasi grup WA kantor mulai rame dengan tanda jempol.
Melihat “massa” yang mulai bergerak, akhirnya direksi langsung menimpali dengan memberikan penjelasan atas kebijakan tadi.
Sebagai jalan keluarnya, manajemen “menambah” hak cuti tahunan karyawan.
Meskipun tidak sempat ikutan rame di grup, karena kebetulan sedang off atau cuti, saya cukup berterima kasih kepada rekan “anak baru” tadi.
Karena keberaniannya, “nyawa” hak cuti kita para karyawan dapat sedikit terselamatkan.
Cuma Butuh Sedikit Berani
Menjadi yang paling lantang di tengah-tengah kesunyian itu butuh keberanian. Kita mungkin tidak berani bersuara lantang karena takut akan dipandang sebagai rebel atau pemberontak.
Tapi sejarah sudah membuktikan, tanpa berani memberontak kita akan tetap dibawah pengaruh orang lain, pengaruh penjajah.
Saya pikir-pikir begitu juga dengan kehidupan.
Tanpa berani melakukan hal-hal yang kita anggap benar, atau mengatakan apa yang ingin kita katakan, keadaan kita tak akan pernah berubah.
Ya, kadang cuma butuh sedikit berani untuk bisa mengubah keadaan.