You are currently viewing Benar Bisnis Itu Soal Kepercayaan?

Benar Bisnis Itu Soal Kepercayaan?

Seberapa percaya orang-orang terhadap saya?

Apakah saya memang layak untuk dipercaya?

Tahun lalu, sekitar bulan Febuari hingga Mei, ada saat-saat dimana saya merasa sangat overwhelmed. Tidur tidak tenang, perasaan gelisah, tidak fokus,  sampai-sampai pernah ditanya oleh atasan apakah saya baik-baik saja karena katanya dari raut muka saya tampak seperti sedang banyak pikiran.

Oh kelihatan ya?

Saya mengakui bahwa memang saya adalah tipe orang yang introvert, serius, banyak mikir, kadang bisa tidak ngomong sama sekali di kantor di saat teman-teman lain asik bercanda gurau dengan yang lain. Dulu malah pernah dibilang oleh seorang dosen agar jangan terlalu serius.

Tapi beginilah saya, sudah dari sananya introvert garis keras. Di kepala akan selalu timbul pertanyaan dan pertanyaan. Tidak, bukan berarti pintar.

Bagaimana kalau ini… Bagaimana kalau itu.. Kenapa harus begini..

Harus Buka Cabang Ke-2

Pada masa itu memang ada beberapa hal yang cukup menyita perhatian selain urusan tentang pekerjaan kantor tentunya. Saat itu saya sedang dalam proses untuk memperluas usaha sampingan saya, saya berencana untuk menambah cabang ke 2 dari Kayakbiasa Barbershop.

Cukup menyita perhatian karena belum ada satupun yang sudah siap, baik lokasi ataupun anggaran, hanya suara di hati kecil yang terus dan terus berkata “tahun ini harus buka cabang baru!”

Bagaimana membuka cabang kalau lokasinya saja belum ada? Bagaimana mau cari lokasinya sedangkan masih harus masuk kantor? Bagaimana mau mulai kalau anggarannya belum ada? Siapa pemodalnya? Bagaimana sistemnya?

Itu kurang lebih daftar pertanyaan yang terus dan terus ada di kepala saya waktu itu.

Setahun sebelumnya berbekal pengalaman menjalankan bisnis barbershop selama kurang lebih 2 tahun, saya sudah pernah membuka obrolan dengan beberapa kawan tentang ide mengembangkan bisnis ini, tapi belum berhasil. Kendalanya adalah dikarenakan pengalaman saya yang baru 2 tahun, dan belum mencatatkan profit waktu itu. Mereka tidak berani ambil risiko, Mereka belum percaya.

Mulai Lagi

Belajar dari pengalaman, saat ini saya merasa lebih siap, merasa lebih percaya diri.

Berbekal pengalaman teknis dan lapangan saya mulai menyusun sebuah proposal bisnis. Angka proyeksi bisnis saya buat senyata mungkin tanpa maksud untuk menyenangkan mata calon partner atau pemodal. Proposal dibuat apa adanya.

Saya mencuri-curi waktu membuat proposal di saat istirahat kantor atau pulang kantor dan saat weekend saya hunting ruko/kios/tempat usaha di daerah-daerah yang menjadi sasaran saya.

Itu saya lakukan terus sambil mencoba melobi kawan-kawan yang kali lalu sempat saya tawarkan untuk bekerja sama.

Hasilnya masih nihil, belum ada yang tertarik.

Oke, saya putar otak, cari pinjaman. Mulai dari pinjaman bank, pinjaman pembiayaan multi finance, sampai pinjaman kantor saya coba. Hasilnya nihil. Tidak ada yang mau memberi saya pinjaman.

Ya sudah, mau gimana lagi.

Sampai tiba-tiba suatu waktu ada seorang kawan yang menghubungi saya, selanjutnya janjian ketemu.

Singkat cerita kawan tadi yang adalah bukan dari gelombang kawan yang pertama itu setuju dan mau untuk menjadi partner bisnis untuk cabang kedua dari Kayakbiasa Barbershop.

Sebagai catatan, dia tidak tau apa-apa soal bisnis barbershop, dia pun tidak paham soal angka-angka proyeksi yang ada di proposal bisnis yang sudah saya kerjakan tadi, dan hanya perlu kurang dari 1 jam waktu penjelasan proposal sampai akhirnya dia setuju untuk menjadi partner saya.

Takeaway: Orang tidak percaya adalah wajar, karena mereka belum sepenuhnya yakin. Orang hanya perlu diyakinkan dengan sesuatu yang nyata, tampak misal prestasi dan lain sebagainya. Di satu sisi mungkin ada orang yang tidak terlalu paham soal bisnis, tapi langsung klik, dia mempercayai Anda. Itu juga bagus. Ya bisnis jelas tentang kepercayaan. Berusahalah menjadi orang yang dapat dipercaya.

 

 

Tinggalkan Balasan