Calo atau istilah kerennya broker atau middleman rasa-rasanya hampir selalu ada dalam suatu sistem.
Calo tiket..
Calo SIM..
Calo tanah..
Calo rumah..
Calo jabatan.. dll.
Keberadaan calo pada dasarnya membantu suatu sistem agar berjalan lebih efisien yaitu dengan mempertemukan pembeli dan penjual. Calo memiliki senjata berupa informasi dan akses, yang menguntungkan untuk pembeli maupun penjual.
Misalnya calo tanah. Si calo ini punya informasi orang yang mau menjual tanah, spesifikasinya dll dan memiliki akses kepada orang yang mau membeli tanah. Sehingga dengan adanya keberadaan calo ini, proses jual beli tanah dapat dilakukan dengan lebih cepat dibanding si penjual.
Contoh lain, calo SIM. Si calo ini punya akses untuk mengurus SIM tanpa harus ribet ngantri berjam-jam, yang ujung-ujungnya SIM pun gagal didapat. Dengan jasa calo SIM, cukup bayar lalu tunggu di parkiran, beberapa menit kemudian, voila SIM pun jadi.

Dalam beberapa kasus keberadaan calo dianggap seperti hama-menganggu-penyakit dalam suatu sistem.
Apakah salah?
Menurut saya, keberadaan calo adalah hasil alami dari sebuah celah/ketidaksempurnaan/kegagalan sistem.
Calo SIM misalnya. Kenapa ada? Karena banyak orang merasa akan lebih “murah” biayanya membayar calo daripada harus berjam-jam antre pagi-pagi, ikut tes yang ribet, lalu akhirnya gagal pula dapat SIM.
Calo tanah. Akan lebih mudah untuk pembeli mencari tanah yang diinginkan tanpa harus mengeluarkan biaya berkeliling mencari tanah di tengah panas terik. Cukup bayar “lebih” untuk jasa si calo tanah.
Calo mempermudah pemenuhan kebutuhan si pengguna jasa mereka. Calo menawarkan value yang lebih besar dibanding cost yang harus ditanggung oleh penggunaa jasa.
Selain itu, kembali lagi ke prinsip ekonomi selagi ada yang butuh dan bersedia bayar pasti akan selalu ada penyedia barang atau jasanya.