You are currently viewing Jurus Cross-Selling & Up-Selling Ala Starbucks
Starbucks

Jurus Cross-Selling & Up-Selling Ala Starbucks

Bagaimana cara Starbucks menjual lebih banyak dari setiap pelanggan yang order?

Apa jurus Starcbucks meramu cross-selling dang up-selling yang efektif?

Minggu lalu, tepatnya hari Rabu 23 Februari 2022, saya terpaksa harus mencari tempat “nongkrong” untuk mengikuti kelas online. Pilihannya adalah tempat yang ada koneksi WIFI untuk internet dan sepi pengunjung. Setiap Senin, Rabu, dan Jumat adalah jadwal kelas bootcamp Digital Marketing yang sedang saya ikuti. Biasanya saya mengikuti kelas online ini dari kantor, namun kali ini saya harus mencari tempat lain karena pertama saya sedang mengambil cuti jadi tidak bisa belajar dari kantor, kedua karena Mada Alexander Benjamin pasti akan ngajakin main kalau saya belajarnya di rumah.

Sudah 45 menit muter-muter, tapi belum juga nemu cafe yang pas. Kebanyakan karena waktu operasional yang hanya sampai pukul 20.00 WIB, sedangkan kelas bisa sampai lebih dari pukul 21.00 WIB.

Akhirnya saya mampir ke Starbucks di salah satu daerah di perbatasan Jakarta Utara-Timur, karena Starbucks di sini tutupnya pukul 21.00 WIB. Karena hanya niat untuk cari tempat belajar sekaligus numpang WIFI saya pun langsung menuju kasir untuk order.

Di depan meja kasir, setelah melihat menu minuman yang terdapat di bagian atas, saya disapa dengan sopan oleh Patricia, kasir yang sedang in charge di sana.

“Selamat malam kak, silahkan kak, mau pesen apa?”, katanya.

“Hhmm..saya mau hotcholate aja kak, dine in ya kak”, balas saya.

“Oke kak. Oh iya kak, kebetulan kita lagi ada promo nih. Kalo kakak tambah beli dessert-nya kita minimimal pembelian 40ribu, saya kasi diskon 50% kak untuk minumannya”, sambung Patricia.

Seketika itu juga otak saya langsung mencerna promosi yang sedang ditawarkan olehnya. Saya memang hanya berencana untuk order minuman yang harganya paling murah aja sebenarnya, gak lebih dari 60ribu.

Saya menengok harga dessertnya, rata-rata harganya sekitara 50ribu plus pajak ya.

“Gak deh kak, makasih. Saya order hotchocolate aja”

“Wah kak, sayang banget loh kak ini promonya”, balas Patricia dengan intonasi yang merayu.

Sepersekian detik saya masih belum meresponnya, kemudian Patricia langsung menyambar lagi, “Iya kak, jatuhnya lebih murah kok kak”.

“Hhhmm…”, gumam saya yang masih memproses penawarannya.

“Iya kak, lebih hemat tau kak. Kakak cuma bayar setengah harga untuk minumannya nah kakak tinggal pilih dessert nya kita kak, masih fresh kok kak”, ujar Patricia.

Mendengar 2x dia menyebutkan lebih murah dan lebih hemat, saya merasa seakan-akan saya menjadi orang yang sangat bodoh kalau melewatkan kesempatan ini ditambah lagi cara Patricia menawarkan dengan nada merayu-manja.

“Hhhm. Gak deh kak, makasih”, balas saya dengan sopan sembari mengangkat tangan menandakan terima kasih.

“Oke deh kak. Jadi cuman minumannya aja ya kak… Hotchocolatenya grande ya kak. Pake susu almond atau kedelai ya kak?, kata Patricia.

Wait..wait. Perasaan saya belum ngomong kalau saya pesan yang grande. Lalu untuk susunya, apakah hanya tersedia susu almond dan kedelai saja? Gak ada yang susu standar gitu?

Karena saya jarang ke Starbuck jadi saya beranggapan bahwa untuk pilihan susunya ya cuma 2 itu tadi, almond atau kedelai. Kemungkinan ada tambahan charge lagi kalau misal saya pilih susu almond atau kedelai.

“Gak kak, saya order yang tall aja pake susu kedelai ya”, balas saya.

“Oke kak, aku ulang ya. Hotchocolate tall, susunya susu kedelai ya kak. Pembayarannya pake apa kak?”, lanjut Patricia.

Pengalaman di atas cukup menarik bagi saya pribadi. Teringat pada konsep yang pernah dipelajari sewaktu kuliah yaitu tentang cross selling dan up selling.

Menurut website belajarekonomi.com, cross-selling adalah  teknik penjualan di mana si penjual meyakinkan pelanggan untuk membeli lebih banyak dengan menawarkan produk terkait dengan produk yang ingin dibeli pelanggan. Dalam hal ini Patricia dari Starbucks tadi menawarkan saya untuk membeli minuman dan dessert nya yang diramu dalam paket promo. Cara penyampaian informasinya juga patut diancungi jempol karena Patrica menyebut 2x kata lebih hemat dan lebih murah ditambah intonasi dan ekspresi suara yang berhasil membuat saya seakan-akan rugi jika melewatkan promo tersebut.

Di sisi lain, up-selling adalah menawkan pelanggan untuk membeli produk yang lebih besar, lebih kuat, atau lebih banyak daripada produk awal yang dipilih. Patricia dengan apiknya langsung menembak saya dengan pesanan hotchocolate grande! Plus pilihannya susu almond atau susu keledai.

Apa yang diajarkan oleh Starbuck ini kepada karyawan-karyawannya menurut saya jenius.

Jadi.

Bagaimana cara Starbucks menjual lebih banyak dari setiap pelanggan yang order? Dengan cross-selling dan up-selling dalam 1 offer!

Apa jurus Starcbucks meramu cross-selling dang up-selling yang efektif? Dengan melatih karyawan seperti Patrica agar dapat membujuk pelanggan untuk mengambil promonya, dengan membuat pelanggan merasa rugi kalo-kalo melewatkan promonya. 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan