Jualan online itu bikin ketagihan. Ini beneran, serius, asli.
Setiap ada bunyi notifikasi di hp pasti buru-buru cek, berharap itu notif dari Tokopedia atau Shopee yang isinya status penjualan toko.
Adrenalin seakan-akan terpacu ketika melihat bahwa ada pemberitahuan penjualan.
Dunia e-commerce marketplace di Indonesia bisa dibilang masih cukup seumur jagung, meskipun tanda-tanda munculnya marketplace pertama di Indonesia dimulai pada tahun 2009, dengan lahirnya TOKOPEDIA kemudian disusul oleh BLIBLI, BUKALAPAK, LAZADA, JDID, dan SHOPEE.
Marketplace berkembang begitu pesat, didukung juga oleh penetrasi teknologi yang jauh lebih mudah dan murah.
Dengar-dengar menurut data, potensi nilai dari marketplace di Indonesia ini dalam 5 tahun ke depan bisa mencapai USD 40 miliar, atau setara 560 triliun rupiah.
Untuk dapat menjadi seller atau penjual di marketplace sungguh sangat mudah, cukup punya nomor telepon aktif, alamat email, dan mendownload aplikasi.
Saya yakin bapak-bapak di sini pasti bisa lah buat akun lewat aplikasi.
Cerita saya mulai mencoba jualan di marketplace ini juga belum tergolong lama, baru beberapa bulan lalu, tepatnya di awal Agustus 2020.
Saya kepincut masuk mencoba jualan online karena keseringan nonton Youtube ha..ha..ha
Karena saya kebanyakan menonton kisah-kisah orang-orang yang berhasil mencetak angka penjualan online hingga ratusan juta per bulan di marketplace.
Emang iya ya? Semakin penasaran lah saya.
Kemudian saya riset singkat salah satu toko favorit langganan saya di Tokopedia.
Toko ini hanya menjual 1 jenis barang. Mulai berjualan sejak tahun 2017.
Saya kaget setelah mendapati bahwa jumlah barang terjual adalah 1800 pcs per bulan. Harga jual barangnya 65 ribu rupiah, jadi rata-rata penjualan bulanannya adalah 117 juta rupiah perbulan, setahun 1,4M!
Gilee, ternyata beneran loh.
Tambah penasaranlah saya, tambah semangat juga saya.
Akhirnya mantap memutuskan saya mau coba jualan online!
Permasalahan pertama, mau jualan apa?
Ya apa yang mau saya jual? Sudah pasti adalah barang yang siap dijual, bukan barang yang harus diolah dulu.
Karena yang dijual adalah barang siap jual maka berlaku lah konsep dagang, cari barang harga rendah jual harga tinggi.
Lumayan lama juga cari-cari ide barang apa yang mau dijual.
Browsing sana-sini bolak balik ngintip seller-seller top di marketplace, cari-cari supplier, nawar, dll.
Paling enak itu ketika nemu barang yang marjinnya lebar, dan barang yang paling sering digunakan yang memungkinkan adanya repeat order.
Permasalahan kedua, saya masih ngantor bagaimana?
Percayalah itu juga yang menjadi masalah saya ketika merencakan mulai jualan online.
Bagaimana saya membagi waktu antara kantor dan jualan online? Solusi sementara yang terpikirkan yaitu untuk urusan packing pesanan bisa dilakukan setelah pulang kantor.
Tapi bagaimana jika ada pesanan instan dimana pengiriman harus dilakukan cepat dengan kurir seperti Gosend atau Grabexpress?
Beruntung sekarang zaman sudah canggih, ada namanya jasa fulfillment.
Bagaimana kerjanya? Tinggal klik, klik, dan klik. Selesai. Paket pesanan sudah dipacking rapih dan kurir pun datang menjemput.
Fulfillment adalah jasa operasional gudang, dimana saya menyimpan barang dagangan saya di sana, ketika ada order lewat marketplace, saya kemudian meneruskan orderan itu ke pihak gudang lewat aplikasi, nantinya pihak gudang yang akan mengatur packing dan pengirimannya. Sangat cocok untuk bapak-bapak yang mau coba mulai jualan online sembari ngantor.
Untuk menggunakan jasa fulfillment ini saya dikenakan biaya berupa presentasi tertentu dari nilai transaksi plus ongkos material packing yang digunakan, cukup fair saya pikir daripada saya harus sibuk-sibuk packing dan kirim pesanan sepulang kerja kan.
Itu dulu ya bapak-bapak, ada orderan masuk nih.