Mungkin Sebaiknya Kita Perlu Ngutang

Teringat apa yang menjadi pesan orang tua sewaktu kecil: Jangan pernah ngutang!

Ketika memasuki usia dewasa, setelah lulus kuliah pada masa awal-awal menjadi karyawan dan mendapatkan penghasilan sendiri, status tidak pernah ngutang itu seakan-akan menjadi suatu kebanggan, kadang ketika dihubungi sales yang menawarkan kartu kredit saya dengan bangga menolak dengan alasan saya tidak butuh fasilitas ngutang lewat kartu kredit.

Dipikiran saya masih terbawa-bawa pesan orang tua untuk menghindari hutang.

Berhutang diasosiasikan sebagai suatu perbuatan buruk, tidak patut dipuji.

Namun seiring berjalannya waktu, di era sekarang ini utang sudah menjadi bagian dari kehidupan, apa lagi untuk kelompok pekerja seperti saya yang hidup di ibu kota dengan segala tawaran-tawaran dan gimmick dari toko atau merchant, agak sulit memang untuk hidup dengan label “tidak pernah ngutang” atau “bebas utang”.

Tawaran-tawaran merchant seolah-olah berpacu dengan jiwa muda yang ingin memiliki ini dan itu, makan di sana dan di sini, jalan-jalan ke sana dan kemari. Di kala tanggal tua pun tak jadi masalah selama limit pay later masih ada yowis kita sikat.

Apa memang mungkin kita itu bisa hidup tanpa bersentuhan dengan namanya utang?

Rasa-rasanya tidak mungkin ya, kecuali Anda adalah anak dari orang kaya yang hartanya tidak akan habis sampai 7 turunan.

Alih-alih berhutang dianggap suatu perbuatan yang buruk dan tidak terpuji, jika kita pahami berhutang sebenarnya tidaklah seburuk yang diasosiakan orang-orang.

Pertama, utang itu perlu untuk membangun reputasi credit scoring. Jika kita memiliki pinjaman KTA (Kredit Tanpa Agunan) dari bank atau institusi keuangan lain yang resmi dan berizin atau kita memegang kartu kredit berapa pun nilainya, apabila kita tidak pernah telat membayar cicilan atau tagihan maka nama kita yang telah terdata lewat sistem yang canggih di bawah pengawasan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan memiliki data reputasi yang baik, credit scoring kita baik. Nah, data reputasi credit scoring ini tersebar dan bisa diakses oleh instisuti keuangan yang terdaftar dan resmi di seluruh Indonesia, sehingga akan lebih mudah bagi kita untuk mengajukan pinjaman lain atau kartu kredit lain dari bank atau institusi yang berbeda sebab data kita bersih, kita dianggap sebagai nasabah yang taat bayar.

Kedua, utang itu dapat digunakan sebagai leverage atau daya ungkit. Katakanlah secara kebetulan Anda mendapatkan proyek atau bisnis yang bernilai 100jt namun modal Anda hanyalah 40jt. Proyek atau bisnis ini Anda yakin akan berjalan, namun kendalanya adalah modal Anda kurang. Nah dengan hutang, Anda bisa tetap menggarap proyek 100jt ini tanpa harus menambah selisih modal Anda dari kantong Anda sendiri. Jika hitung-hitungan bisnisnya pas dengan cepat Anda bisa mendapat pinjaman dari bank dan proyek pun berjalan.

Ketiga, utang menjadi pilihan likuiditas yang sangat cepat. Miliki banyak kartu kredit sepertinya tidak termasuk perbuatan dosa, iya kan. Ketika suatu saat Anda tiba-tiba perlu cepat sejumlah uang, Anda bisa menggunakan kartu kredit Anda. Nah besarnya limit kartu kredit biasanya akan mengikuti reputasi credit scoring Anda.

Saya rasa 3 alasan itu yang akan saya gunakan untuk mengajarkan kepada anak saya bahwa berhutang itu ternyata perlu loh, plus reminder poin-poin berikut:

  • Hutang itu adalah kewajiban, jika berhutang maka kewajiban Anda adalah melunasinya.
  • Berhutanglah untuk suatu yang menghasilkan, hindari hutang yang sifatnya konsumptif.
  • Kesempatan tidak datang 2x, jika itu datang dan Anda telah memperhitungkan semuanya, take that risk!

 

 

 

Tinggalkan Balasan